Oleh: Alfi Ni'matin XII-IPA
Gelegar
halilintar masih sesekali menyambar, kilatan cahayannya menembus hamparan jagat
yang gelap, hingga terang bendarang sebentar saja terasa menyelimuti bumi,
gemerlap bertingkah dengan guyuran jarum-jarum air yang saling berlomba
menghujani tisap jengkal bumi dan seisinya kering itu menjadi basah. Angin
menampar-nampar ranting – ranting pohon yang sama bergoyang, meningkahi suara
Guntur yang saling bersautan. Dingin yang menggigil malam yang mencekam, bentuk
rumah itu biasa saja, cita rasa joglo meningkahi bangunan tua yang tetap kokoh
dalam usiannya yang tergerus jaman. Berpuluh-puluh tahun lalu, bangunan itu
adalah bangunan paling megah Dikawasan pekalongan. Ketika kemakmuran dan
kesehjahteraan rakyat Indonesia terenggut oleh bangsa asing . ketika mereka
sama sekali tak mau membagi kecanggihan dunia karena mereka ingin menjadi
penguasa tunggal bumi pertiwi. Menjajah kemabali keelokan katulistiwa nan
menawan. MenjaDikan penduduknya budak yang tak berharga siluet cahaya
halilintar merekahkan alam menembus celah candela bangunan tua yang tirainya
tersibak angin. Wusssshhhh…!!!! Suara kemertek pohon bamboo menjaDikan alam
semakin hidup sore masih menyala malam belumlah sempurna.
Sosok
wanita muda itu membuka beberapa senti tirai jendela, mengintip apa yang
terjadi di luar sana sorot wajahnya menyiratlkan kekawatiran, gurat
kepasrahanpun tampak digaris-garis kerutan pada alis yang nyaris tertaut
sesekali lenguan halus keluar dari mulutnya yang terkatup mengeluh ! lalu
dengan gerakan reflek, jemarinya meraih Hand Phone yang tergeletak di meja,
beberapa saat dipandanginya layar, alat komunikasi itu. Tak ada respon, benda
itu tak mengeluarkan bunyi khasnya.
“
Mama…?” suara makhluk imut yang umurnya baru menginjak tujuh tahun itu
mengentikan laju pikiran sang mama yang menjelajah menerobos angkasa lewat
jarum hujan. Senyum manis dipersembahkan untuk buah hati mungilnya, lalu meraih
dalam pelukan. Pelukan yang hangat dan tak tergantikan oleh siapapun. Dinginnya
malam seakan menghanggatkan pelukan sang mama
yang disampingnya.
“
Ada apa sayang …? Kok Dika belum tidur ?
“ suara bergetar melewati alur napas yang berhembus teratur, si buah hati
merengek
“ Dika nggak bisa tidur.. Dika kepikiran papa terus .
“
Papa kapan pulang sih ma…?”
Wanita
itu tergelak pertanyaan itulah yang dikhawatirkannya kecemasan itu muncul
kembali menjelajahi alam bawah sadarnya yang penuh dengan letupan kegelisahan.
Namun sedetik kemudian hanya senyum yang terekam oleh si buah hati, dielunya
ranbut lurus itu dengan sayang “ Emang kalau papa pulang Dika minta di bawain
oleh-oleh apa..?” pengalihan pertanyaan ke topic lain mencoba menahan gemuruh
didada kekhawatiran itu …….. benarkah ? kenapa alam masih tak bersahabat dengan
hatinya ?
Kenapa
masih saja ada duka yang berselimut
hitam pekatnya awan yang mengumpal mengantung di angkasa.. ? malam tak berpihak
padanya saat itu tak ada satu pun bintang berpendar melawan gumuruh angin ,yang
cahayanya mampu meruntuhkan pekatnya langit.
Ketakutan itu masih ada saja .dengan
pandangan sayu, ditatapnya sibuah hati ,meminta jawaban dari pertanyaan yang
terlontar beberapa saat tadi . sekilas ada bintang dimana jagoan berhidung
mancung itu
“ Dika ingin di beliin papa
mobil-mobilan kayak punya Adli, kemarin papanya baru pulang dari lampung “
Cerita
itu mengalir meluncur melewati lidah Dika. Ada harap di wajahnya yang teduh dan
tak berdosa wanita itu sekali lagi hanya
bisa tercenung .pikiranya kembali menerawang , menembus angkasa melewati jarum
hujan yang turun semakin deras . lima hari tak ada kabar dari suaminya yang
mendapat tugas keluar kota sedang suasana di luar sana benar-benar tak seperti
yang di perkirakannya .almam tak bersahabat menyelimutinya , menghadirkan
kekhawatirannya atas keselamatan sang suami tercinta
* * * * * * * * * * * *
* * * * * * * * * * * * *
Ir. Bambang
Nugraha. profesionalisme dan sifat dapat
di percaya itulah yang membawanya pada kesuksesan .prioritas utama pada istri dan
anak memang tak pernah terbengkalai meski kadang mereka harus rela mengalah
karena tuntutan tugasnya sebagai pilot .istri
yang pengertian meski sebenarnya dengan tatapan berat melepas
keberangkatan-nya tetap saja membuatnya tak tega Bambang nugraha ,nama itu
jelas tertera pada baju kebesaran yang di pakainya keahliannya mengendalikan burung besi dalam mengarungi
selat tanpa sekat itu pun mendapat aaplaud oleh ratusan orang di jagat raya
.prestasinya kemilau di mata dunia tapi benarkah demikian kuasa tuhan ?
“ cuaca mala mini benar –benar tak
bersahabat ?”
Suara
seorang pramugari cantik itu sama sekali tak mengusik ketenangannya konsentrasinya
masih terfokus pada arah laju benda yang ada di dalam kendalinya kini benda itu
seperti ingin menukik tajam ke bawah .namun denga kesigapan telatih ia mampu
meredakan penumpang yang terlihat tegang . surara bayi tiba-tiba memecahkan
kesunyian yang mencekam ,bambang begitu
lelaki itu biasa dipangil ,menoleh sebentar seperti mengetuk –ngetuk hatinya
,ini demi keselamatan orang yang ada dalam tanggungannya pesawat dengan tipe
AC530 keluaran Amerika dengan 125 penumpang
“ hmmm….bukan
jumlah yang sedikit..? Eluhnya dalam hati tangis bayi masih ada ,bahkan kini
lebih keras
“ tolong umumkan pada semua
penumpang agar waspada ,jangan sampai lupa memakai sabuk pengaman dan mohon
jangan berisik ,harap tetap tenang !!!
Bambang
sedikit berteriak pada salah seorang pramugari
suaranya tertelan angin yang menampar-nampar permukaan pesawat bambang
mulai panik, pasalnya cuaca tidak bisa
terkendali , padahal sebelum berangkat perkiraan cuaca pagi dan malam ini baik
dan normal
“ Perhatian-perhatian di mohon pada
semua penumpang untuk tetap waspada ,haraptenang dan jangan lupa memakai sabuk
pengaman suara itu mengema memenuhi
ruangan tertutup itu riuh rendah suara penumpang bersahutan ,tegang panic dan
was-was hiruk pikuk itu mulai mereda ketika dengan sabarnya para pramugari
memenangkan kegelisahan penumpang satu persatu.
* * * * * * * * * * * *
* * * * * * * * * * * * *
Subuh masih setengah jam lagi,
wanita itu masih bersimpuh, mengadu atas kegundahan hatinya, atas ketidaktentraman
hati yang dilalui, meminta perlindungan atas semua urusan hidupnya.
“ Duh.. Gusti…. Hamba terlalu hina untuk mengetahui
urusan hamba sendiri yang telah bergaris di Lauhul Mahfudh-Mu maka Robbi,
lindungi hamba dan keluarga hamba, lidungi suami hamba yang sedang menjalankan
tugas, berikan yang terbaik untuk kami ya Alloh…., Kami pasrah …???”
Sementara
dingin masih menyisa di penghujung malam, anginmendesau-desau menyibakkan
gumpalan awan hitam pekat menuju cerah. Embun menitik bercampur dengan air
hujan yang tersisa dan ,menggantung
didedaunan. Sejenak wanita itu menggigil dalam balutan mukena, kesejukan air
wudhu merasuki pori-porinya yang kelelahan.
Semalam
matanya tak mampu terpejam, pikiran itu dating lagi . gemuruh alam telah
mereda. Namun gemuruh hatinya tak berubah, pikiran buruk itu dating lagi.
Bagaimana keadaan suaminya kini…?? Benarkah alam membawanya pada keselamatan..?
atau…………….
“ Robbi, kenapa pikiran hamba tak enak , ada apa
dengan mas Bambang ya… Alloh kenapa ini…? Kenapa hamba ingin menangis..??
kenapa hamba segelisah ini…?! “
“ Kring…..kring…..,”
Telpon diruang tamu menjerit, mengagetkannya
Yang
khusyu’ dalam do’a , pikiran kembali berkecambuk dalam kebimbangan, gontai ia
berjalan menuju jeritan telpon yang yang
ingin diperhatikan
“ Assalamu’alaikum,” suara pelan
sembari menyibak mukena yang menjuntai
dan agak merepotkannya.
“ Benar ini rumah Bapak Bambang
Nugraha di Jl. KH. Ahmad No. 24 Nusa Indah Pekalongan..? “ Ucapan diseberang
menyiratkan pertanyaan.
Wanita
itu termenung sejenak,, lalu dengan lirih menjawab.
“ Iya benar, ini siapa ya..? jawaban
yang cukup diplomatis.
Namun
ada getaran nada suaranya, kekhawatiran itu mencuat ke permukaan, raut wajahnya
berubah ekspresi.
“
Kami dari rumah sakit Kasih Bunda Solo. Pesawat yang dikemudikan suami
anda mengalami kecelakaan. Kami harap ibu bersabar, karena…………. Suami anda
termasuk korban dalam kecelakaan itu.”
Bumi
masih menetapi porosnya, tapi sentakan kaget membuat tubuhnya ambruk ke
belakang, bertepatan dengan itu, suara dari arah kamar, tangisan Dika meraung
memecahkan malam.
“ Mama….?” Wanita itu mencoba
bersandar pada kursi yang ada disampingnya. Namun ia pun sadar ia telah begitu
lemah, air mata keluar deras dari dua matanya tanpa diminta. Alloh, kegelisahan
itu terjawab sudah.
Seperti
ada yang menusuk nusuk dadanya, dan mencabik-cabik ulu hatinya. Seperti ada
yang hilang dari kehidupannya. Ya, sayapnya, sayap itu telah patah dan ia tak
mampu lagi terbang dengan sempurna.
Saya
yang selama ini mampu membawanya pergi menjelajahi seisi bumi, sayap yang siap
menopangnya ketika ia terjatuh. Sayap
itu….. suaminya, penerang dan pembimbing hatinya. Tumpuan hidupnya. Aitr mata
itu kian deras saja jatuh membasahi pipinya tanpa mampu ditahan.
“ Mama kenapa mengangis.?” Pertanyaan
Dika membuatnya semakin limbung. Cepat ia hapus air matanya.
“
Tidak, sayang… mama tidak
apa-apa,” Ucapnya dalam Bohong
* * * * * * * * * * * *
* * * * * * * * * * * * *
Lantunan kalam-kalam illahi menggema ditiap penjuru,
membumbung tinggi ke atas menerobos langit hingga menembus ke arasy. Seolah
semua makhluk dirumah itupun turut memberi salam terakhir untuk majikannya yang
kini menghadap kehadirat-Nya.
Reifa. Wanita itu menerawang, sekian menit waktunya terabaikan, para tetangga
melayat tak dihiraukan, tatapannya kosong, didekapnya Dika dengan erat, lalu
ingatan itu tiba-tiba dating. Ingatan sehari sebelum suaminya tugas.
“ Dinda…..? Nanti kalau aku pulang, disambut dengan acara
besar-besaran yah..??!! “ Bambang
memeluk istrinya dari belakang, Reifa wanita cantik yang dipanggil Dinda itu
menoleh kearahnya.
Memangnya papa minta dibuatin acara apaan sih…??” nada bicara Reifa
setengah menantang. Bambang tersenyum, tapi pandangan matanya terlihat kosong
dan hampa. Reifa menjawil pinggangnya.
“
Hayo………. Papa ngelamunin apa…/?? Mama nggak jelek kan…???!!!” Reifa memegang wajahnya yang berbalut
kerudung merah muda, bermotif bunga anggrek bulan di kepalanya.
Bambang menggeleng.
Tahu
nggak din,… besok tuh kalau aku pulang, Dinda bakalan banyak tamu untuk
menyambut kedatanganku, nanti Dinda jangan nangis ya…..??? Dinda harus senyum,
harus senang karena aku sudah pulang,” gemas Reifa mencubit pipui suaminya.
“ papa itu gimana sih ..?
ya jelas saja dinda senang, apalagi Dika. Dika ini sayang…?” Panggil Reifa pada Dika, yang kebetulan lewat
dengan membawa mainan robotnya yang kakinya patah sebelah. Reifa melepas
pelukan suaminya.
Diraihnya dika kedalam
gendongannya. Lalu menciumi kedua pipinya.
“Ma… robot Dika kakinya copot satu, Dika nggak bisa
benerin,” suara buah hatinya itu manja.
“ Sini sayang biar
papa yang benerin.” Bambang mengambil mainan itu dari tangan anaknya.
“ Dika nanti minta oleh-oleh apa kalau papa pulang..?”
Bambang bertanya ditengah kesibukannya membetulkan robot putra semata wayangnya
itu.
“ Papa perginya
nggak lama kan…??” sekilas Bambang menatap anaknya, matanya berkaca-kaca
dielusnya rambut Dika dengan sayang.
“ Selama papa
pergi, Dika nggak boleh nakal. Dika harus jadi jagoan yang bisa jagain mama
oke…??? “ Dipaksanya bibir itu tersenyum, sementara Reifa, Istrinya sudah
menangis duluan.
“Pa….. cuaca akhir-akhir ini kurang baik untuk
penerbangan. Apa tidak sebaiknya papa batalin saja ??”
Suara itu tersendat
oleh isakan. Bambang bergeming.
“ Entahlah ma… kita
serahkan semuanya pada Alloh saja yah..? mama jangan lupa do’ain papa.@ jawab
bambang mencoba menenangkan. Kini satu keluarga itu bertangis-tangisan , tak terkecuali Dika. Meski ia tak tahu
menahu dan tak begitu faham arah pembicaraan kedua orang tuannya… ia tetap ikut
menangis seakan semuanya telah ikut merencanakan kuasa Tuhan, bahwa
salah satu diantara mereka akan berpulang, dan itulah terakhir kalinya mereka
berkumpul . dan Reifa baru menyadari kejadian beberapa hari lalu itu adalah
sebagai pertanda atau lebih sering disebut firasat, hanya saja Reifa tak pernah
menyadarinya.” Ya Alloh, secepat itukah
kau ambil suamiku?” lirihnya.
Tepukan dipundak
Reifa itu sempat mengagetkannya, ia menoleh, bibirnya terkatup.” Bu….. Jenazahnya akan segera dikebumikan. Apa
ada sesuatu yang ingin anda sampaikan..? “ ternyata Bu Lurah yang menepuk
pundaknya . Reifa meraih anaknya, menuntunnya mendekati tubuh yang terbujur
kaku itu, lalu berbisik di teliga anaknya.
“ Sayang..ucapkan
selamat jalan untuk papa , papa akan pergi, kamu jangan nangis ya…. Kamu harus
jadi jagoan yang bisa jagain mama, kayak papa yang slalu bisa menjaga
keselamatan banyak orang. Berjasa mengantarkan orang-orang yang ingin mencapai tujuan hidupnya, kecuali
kali ini suara itu bergetar para pelayat termangu, hening Reifa tersenyum, lalu mencium kening suaminya
yang pucat dan dingin ia tersenyum sambil berucap .
“ mas, Dinda tersenyum untuk mas, mas lihat kan…?? Dika juga tersenyum, yang
akan menjagain dinda menggantikan mas, ayo sayang…Dika bilang sama papa ,” Refa
mendekatkan Dika pada telinga papanya.
“ Papa … Dika janji nggak akan nakal, Dika akan jadi
jagoan papa yang bisa jagain mama, Dika akan jadi jagoan seperti papa !! lihat
pa.. Dika tersenyum untuk papa selamat jalan pa.. Dika sayang papa ,” Ucapnya
sambil mencium bibir ,kedua pipi dan kening papanya, “ jagoan cilik itu benar-benar tegar dalam
keadaan yang seperti ini seluas senyum mengembang dari sudut bibirnya entah
karena pikiranya yang belum mengetahui keadaan yang sebenarnya atau ketulusan
itu dating karena mamanya. Para pelayat sesungguhnya ada pula yang terpaku . Reifa terisak tak
kuasa melihat buah hatinya yang terlihat sangat tegar menghadapi semua ini,
sedangkan dirinya benarkah ia mampu berdiri setelah ini?
Setelah tumpuan hidupnya
terbang bersama rasa khawatirnya. Dielusnya kepala anaknya, Dika terlalu dini
untuk menerima semuanya. Benarkah dika akan terdidik seperti yang mereka ( Reifa dan Bambang ) dengar dari keinginan
Dika selama ini..? cita-cita Dika yang ingin menjadi Arsitek karena terobsesi
dari Puzzle yang dikoleksi papanya . Reifa tergugu beberapa saat, sebelum
akhirnya semua ikut pergi bersama dengan jasad suaminya yang menghilang
ditikungan jalan. Meski Reifa benar-benar belum siap menghadapi semuanya. “
Alloh, inilah kuasamu, siapapun tak kan bisa mencegahnya kuatkan aku Robbi,”
bisiknya dalam hati.
Tuban, 2013
0 comments:
Posting Komentar